Krisis membaca telah menjadi masalah serius di negeri ini secara kultural masyarakat kita belum mempunya udaya literasi yang ting Hasil penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) menyebut, budaya litercsi masyarakat Indonesia pada tahun 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia, Indonesia menempati urutan ke-64 dari 65 negera tersebut.
Data UNESCO tahun 2012 menunjukkan bahwa indeks tingkat membaca orang Indonese hanyalah 0,001 Itu artinya dari 1000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius Dengan ratio ini, berarti di antara 250 juta penduduk Indonesia, hanya 250.000 yang punya minat baca. Pada tahun 2014, lagi- lagi menurut penelitian UNESCO, anak anak Indonesia membaca hanya 27 halaman buku dalam satu tahun. Menurut data World Most Literate Nationas yang disusun oleh Central Connecticut State University tahun 2016 peringkat literasi kita berada di posisi kedua terbawah dari 61 negara yang diteliti Indonesia hanya lebih baik dari Bostwana negara di kawasan selatan Afrika.
Kondisi tersebut mungkin merupakan cerminan dari ketidakakraban orang Indonesia dengan dan pusat in buku. Hal ini mengindikasikan ketidakharmonisan antara perpustakaan dan pemustaka, dimana seharusnya permustakaan merupakan bagian tak terpisahkan dari lembaga pendidikan.
Sebagai jantung sebuah lembaga pendidikan, perpustakaan sudah selayaknya mendapatkan parsi dan posisi yang strategis dan perhatian lebih akan eksistensinya serta dan tidak lagi dianggap sebagai tempat menyimpan buku bekas, barang-barang tidak terpakai, bahkan tempat bermain saat tidak ada KBM Hal ini tentu sangat ironis dan tidak mendidik.
Dari berbagai sudut pemikiran diatas, Perpustakaan Prapanca berupaya melakukan terobosan dan revitalisasi peran dan fungsi perpustakaan sekolah untuk mendukung program dan visi-misi sekolah. Berbagai program dan terobosan yang direncanakan, diharapkan dapat memberi ruang yang lebih besar agar perpustakaan sekolah sebagai center of knowledge dapat terealisasi secara optimal.
Untuk mewujudkan hal tersebut, SMA Negeri 2 Bantul berusaha menciptakan kultur sekolah literat yang mendorong tumbuh kembangnya budaya literasi dengan dukungan sarana prasarana yang memadai
Perpustakaan SMA Negeri 2 Bantui berdiri seiring berdirinya sekolah yang pada awalnya bernama SMPP Negeri 44 Bantul. SMPP Negeri 44 Bantul berdiri pada tanggal 1 Februari 1976, menempati area seluas 15.000 m². Lahan tersebut merupakan bekas pabrik gula sehingga popular dengan nama EXSCO (Eks Sugar Company). Mulai tanggal 9 Aguustus 1985, SMPP 44 berganti nama menjadi SMANegeri 2 Bantul, sehingga perpustakaan SMPP Negeri 44 berganti nama menjadi Perpustakaan SMA Negeri 2 Bantul. Pada tanggal 27 Mei 2006 terjadi gempa bumi yang menghancurkan hampir 90 % bangunan sekolah, termasuk perpustakaan. Pembangunan sarana prasarana sekolah dilaksanakan bertahap, dan pada 20 Juli 2009 mendapat legalitas dengan SK Bupati Bantul nomor 055.a tahun 2009 dengan nama "PPAPANCA".
Seiring perkembangan sekolah, perpustakaan Prapanca terus berbenah. Pada tahun 2016, SMA Negeri 2 Bantul dipercaya sebagai sekolah pilot Gerakan Literasi Sekolah oleh Direktorat PSMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Hal ini merupakan apresiasi dan motivasi untuk membangun perpustakaan sebagai jantung pendidikan. Renovasi interior pun dilakukan, sejalan dengan peningkatan koleksi bahan bacaan di perpustakaan yang meliputi buku cetak dan e-book.
Pada tahun tersebut, SMA Negeri 2 Bantul ditetapkan sebagai sekolah Pusat Pengembangan. Minat dan Bakat Istimewa (PPMBI) bidang seni budaya. Hal ini mendorong perkembangan pesat di bidang seni budaya, seperti seni tari, vocal, poster, dan pembuatan film pendek. Bantuan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga serta Dinas Kebudayaan, mengangkat SMAN 2 Bantul sebagai sekolah yang memiliki Ruang Produksi IT ruang referensi budaya serta ruang ekspresi dan kreasi seni.
Keberadaan ruang-ruang ini beserta perangkatnya memberi ruang gerak yang luas untuk memvisualisasikan berbagai sumber informasi melalui musikalisasi puisi, tari kreasi baru, drama dan sebagainya. Koleksi buku - buku seni budaya semakin menambah khasanah koleksi pustaka Perpustakaan Prapanca. Renovasi fisik yang dilakukan dapat diselesaikan pada akhir tahun 2016, dan pada tanggal 1 Februar 2017 diresmikan oleh Bupati Bantul.
Perpustakaan SMA Negeri 2 Bantul diambil dari nama seorang kawi (Pujangga) besarpada masa kerajaan Wilwatikta (Majapahit) dengan raja yang bertahta kala itu Maharaja Sri Rajasanagara atau yang lebih dikenal dengan Hayam Wuruk Nama Prapanca dikenal melalui sebuah karya Pujasastra berjudul Desa Warnnana, kakawin ini ditulis pada pelepah daun tal berbahasa Jawa Kuno dan beraksara Bali Rontal ini ditemukan di Puri Cakranagara Lombok.
Meskipun menurut kolofon naskah ini berjudul Desa Warnmana namun karya gubahan Prapanca ini lebih dikenal dengan nama Nagara Krtagama. Nama Prapanca sendiri tidak pernah ditemukan pada dokumen resmi kerajaan, baik sebagai seorang pujangga karajoon maupun sebagai pejabat kerajaan. Lantas, siapakah Prapanca?
Menurut penelusuran dokumen resmi berupa prasasti, serta telaah sejarah Nagara Krtagama oleh Prof Dr Slamet Muljana nama asli Prapanca adalah. Dharma Adhyaksa Kasogatan Dang Acharya Nadendra. Nama besar Prapanca ini kemudian digunakan untuk nama Perpustakaan SMA Negeri 2 Bantul semenjak tahun 2009 hingga sekarang. Prapanca menjadi gambaran harapan bahwa dengan adanya perpustakaan sekolah lahirlah sosok - sosok cendekia yang selalu berpikir. Cerdas dan kritis namun penuh dengan dasar literasi yang kuat, gemar membaca dan mampu menuangkan ide-idenya melalui karya-karya literasi yang isinya bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan.